Romansa Pagi Stadion Gelora Bandung Lautan Api

Segar wangi padi yang disampaikan angin yang bertiup lembut berhasil membius perasaan. Rasanya kami ada di desa tercinta. Saya nyaris takpercaya bahwa ini masih di Bandung. Daerah Gedebage jika dilihat dari jendela kereta memang masih menyajikan hamparan sawah. Sebuah titik yang semakin jarang ditemukan di Bandung. Menjejakkan roda sepeda di tepian sawah dan sungai menjadi relaksasi yang hampir sempurna setelah bergumul keramaian di Jalan Soekarno Hatta. “Hampir” harus saya tuliskan karena di jalan beton yang selebar satu mobil itu, kami harus tetap waspada terhadap motor-motor yang lewat. Sepeda sesekali harus kami tepikan saat beberapa motor melintas berbarengan.

Sayangnya juga, dalam suasana alam itu, mata saya tetap mencari Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Kata Bapak, dari sini sudah tidak terlalu jauh, tapi bangunan bulat gepeng nan besar itu tidak selalu terjangkau pandangan dari tempat saya memboseh sepeda. Mungkin karena terhalang bangunan-bangunan sekitarnya dan juga kontur tanah yang taksama tinggi. Kurang lebih satu jam sudah kami memboseh. Mencari alamat memang tidak mudah, tapi di situlah sensasinya. 🙂

Keluar area pesawahan, kami belok kiri untuk kemudian belok kanan. Tidak begitu lama, plang SMAN 27 terlihat bertengger. Di sini, Gelora BLA terlihat ada di ujung jalan masuk, tapi Bapak membawa kami untuk tetap lurus. Matahari mulai menghangat ketika kami tiba di tempat yang begitu ramai.

Ada gula ada semut. Di mana ada keramaian, di situ ada yang jualan. Sejajar dengan jalan Tol Cileunyi Padalarang, sekitar lima meter darinya, pasar kaget tengah digelar. Sementara, stadion yang akan kami tuju, masih terlihat kecil. Menuntun sepeda adalah cara kami menembus pasar.

Tampak pembangunan akses ke stadion masih terus dilakukan. Saat ini, jalan beton di sekitarnya dimanfaatkan warga untuk olahraga jalan kaki atau bermain sepeda.

Stadion sepak bola Gedebage

Gelora Bandung Lautan Api adalah nama pilihan masyarakat. Bersama fasilitas pendukungnya, stadion ini menempati tanah seluas 40 hektare. Lapangannya menggunakan rumput kelas satu standar FIFA. Tiga puluh delapan ribu penonton dapat ditampung di stadion ini. Kabarnya, pembukaan PON 2016 di Jawa Barat akan diselenggarakan di stadion bertaraf internasional ini (sumber: wikipedia).

Sesampainya di sana, tidak banyak yang kami lakukan: hanya duduk-duduk melepas lelah sambil memandangi megahnya stadion punya urang Bandung itu. Tahukah kamu, apa yang menyenangkan dalam perjalanan? pengalaman yang takternilai, kenang yang takkan hilang dari ruang memori, dan yang terpenting adalah: ikatan kasih sayang yang semakin dalam.

Pagi itu, ada romansa yang lebih indah dari kisah apa pun. Saya bersepeda bersama ibu, bersama bapak! 🙂

Terima kasih!

Dingin di Curug Tilu Leuwi Opat

Pada gerimis yang rapuh, menjelang sore,* dingin Curug Tilu Leuwi Opat terus menusuki tubuh. Bahkan, semakin menjadi ketika saya membenamkan diri pada saung. Seharusnya di tempat dingin, kita memang banyak bergerak. Bergerak dari diam, juga bergerak dari lapar—mengunyah terus! Hehe..:). Mungkin karena persiapan yang kurang atau karena mengandalkan teman, saya tidak membawa makanan cukup, hanya dua potong roti yang cepat habis. Sementara, di situ, teman-teman memilih memesan mie rebus dengan baso.

Dingin yang menjadi-menjadi itu, seketika mengingatkan kebersamaan saya dengan teman-teman SMAN 16 Bandung pada suatu masa. Melupakan sejenak penantian hasil UN, pada saat itu, kami bermalam di Vila Istana Bunga (VIB). Gaya yah? 😀 sebetulnya nggak juga hehehe… Pada waktu itu, harga sewa vila sehari semalam itu 300-400ribu. Kami berjumlah kurang lebih 20 orang. Bisa ditebak kan? ya, kami udunan/ patungan. Kesan pertama (dan mungkin selamanya) untuk vila berdesain minimalis dengan dinding kaca itu adalah Full House. Kami mengunjungi VIB setelah dibuai drama Korea Full House. Imajinasi berbicara, saat itu, kami berada di rumah Lee Young Jae dan Han Ji Eun itu, hehe… Apalagi tepat di bagian tengah ruangan ada tangga besi dengan bentuk spiral. Bedanya, vila ini berada di daerah tinggi, bukan di pantai. Kerena itulah, bermalam di sana pada musim dingin begitu menyiksa.

Itu sedikit cerita. Kembali ke Curug Tilu….

Curug Tilu Leuwi Opat adalah tempat olahraga alam atau lebih dikenal dengan outbound. Di tempat luas ini, kita bisa bermain sembari menikmati pemandangan alam. Wahana permainan yang disediakan di tempat ini sangatlah beragam dan lengkap menurut saya, di antaranya flying fox, spider web, titian tali (di atas tanah dan di atas sungai), jembatan v, kolam tangkap ikan (juga untuk gebuk bantal), dan rakit. Para pencinta alam bisa juga berkemah di situ. Tinggal pilih lokasi, mau di tepi aliran sungai atau di lapangan rumput atas. Tidak hanya itu, sesuai namanya, di area ini kita bisa menjumpai beberapa curug dengan aliran sungai yang jernih dengan batu-batu hitamnya.

sungai curug tilu

Sungai bening di Bandung

Di tempat ini, saya suka pemandangannya, suka dengan sungai dan curugnya, suka dengan flying fox-nya. Jika ke sana, cobalah flying fox-nya dan pilihlah posisi terbang (bukan menggantung). Lalu, jangan lupa untuk berteriak ketika meluncur nanti. Semoga penat yang ada segera hilang. 🙂

Flying fox di Bandung
Terbang seperti ini nih 🙂

Harga tiket masuk Rp7000,00
Flying fox Rp30.000,00

saung curug tilu

Alamat:

Kp. Ciwangun RT 03/15, Desa Cihanjuang Rahayu, Kec. Parongpong, Kab. Bandung Barat (belakang Vila Istana Bunga Pos 13) di bawah Ciwangun Indah Camp(CIC), kode pos 40559

 

Narahubung Curug Tilu Leuwi Opat:
1. Heni : 085220137061
2. Ibu Cucu : 081323789013

 

Cara menuju Curug Tilu Leuwi Opat:

Kata orang, curug ini masih satu aliran dgn sungai Curug Cimahi dan Curug Bugrug. Jadi, jarak ketiganya masih berdekatan. Saya sendiri belum pernah ke Curug Cimahi, kalau Bugbrug pernah. Dengan begitu, akses ke Curug Tilu Leuwi Opat akan ada banyak, tapi yang saya tau adalah dari Setiabudi ke Sersan Bajuri (atau dikenal daerah Parongpong). Berikut rutenya:

1. Di Jalan Setiabudi Bandung, di seberang Teminal Ledeng, ada Jalan Sersan Bajuri. Arahkan kendaraan teman-teman ke situ.
2. Telusuri jalan panjang itu. Di sana, teman2 akan melewati Kampung Gajah dan Cihideung, tempat bunga dan tanaman hias dijual.
3. Teruslah melaju, sampai melihat gerbang Vila Istana Bunga di sisi kanan.
4. Untuk menghemat jarak, masuklah ke gerbang vila itu.
5. Susuri jalan vila dengan tetap lurus dari gerbang. Setelah menyusuri kompleks vila, akan ada gerbang keluar di sisi kiri. Keluarlah melalui pintu itu.
6. Tidak jauh dari pintu itu, setelah melewati jalan berbatu, menurun, dan menanjak, teman2 akan sampai di pintu masuk Curug Tilu Leuwi Opat. 🙂

Curug Parongpong
Ini pintu masuknya!

Oke, semoga bermanfaat. 🙂

(*) diambil dari kalimat pembuka sebuah cerpen yang saya lupa judul dan penulisnya. 🙂

Taman Lansia Bandung, Taman Kota yang Lahir Kembali

Lansia adalah akronim dari lanjut usia. Apakah tempat ini hanya untuk yang telah lanjut usia? Tentu saja tidak. Apalah arti sebuah nama? 🙂 Tidak ada kekhususan seperti itu. Justru, di antara taman-taman berpohon yang lain, taman ini terlihat begitu muda. Itu setelah renovasi dan peresmiannya pada 31 Desember 2014 lalu oleh Kang Emil. Cobalah main ke sana! Ketersediaan wifi gratis dan jalur jalan kaki yang aneh 🙂 akan menjawab kemudaan itu. Ditambah lagi dengan dua balkon mini di atas kolam dan jembatan beton.

Baca lebih lanjut

Outbound Seru TK Madani di Bikasoga

Saya kecil adalah anak yang aktif dan tidak mau diam walau saya pemalu. Aktif di sini yaitu saya selalu bermain dan mengerjakan banyak hal. Saat sekolah dasar saya gemar sekali mencari impun—ikan kecil—di sawah bersama adik dan seorang teman yang usianya terpaut beberapa taun di atas saya. Siang sepulang sekolah atau sore hari, saya bersama teman-teman senang bermain di lapangan untuk ucing sumput, bancakan, boy-boyan, pris-prisan, kasti, dll.

Baca lebih lanjut

Bermain ke Lokasi Syuting “The Raid 2”, Benteng Van Der Wijck

Berapa banyak lokasi syuting film yang kamu kunjungi? Saya sendiri baru dua kali. Dulu, saat pembubaran kepanitiaan masa bimbingan (mabim), angkatan saya, menyewa sebuah vila di atas Situ Patengang. Danau luas di Ciwidey itu katanya pernah dipakai syuting “Heart”. Itu loh film populer yang menceritakan cinta segitiga antara Rachel (Nirina), Farel (Irwansyah), dan Luna (Acha). Pada pagi yang cerah, kami berperahu mengelilingi danau. Saking inginnya melihat tempat Acha melepaskan kura-kura, kami mendayung terlalu tepi. Akibatnya, perahu nyangkut di batang pohon yang tumbang. Saat itu, kami cuma bisa pura-pura tenang sambil berusaha membetulkan posisi perahu dengan dayung. Untunglah perahu tidak terbalik. Saya membayangkan jika itu terjadi bagaimana, apalagi mungkin di situ ada buaya hahaha….

Baca lebih lanjut

Kafe D’Pakar: Tempat Sepi yang Asyik di Ketinggian Dago Pakar

Pada hari pasar seni ITB digelar, saya memilih menyepi di Dago Pakar. Meninggalkan keramaian dengan sebelumnya menyerahkan diri di kemacetan, bukankah menghampiri keramaian itu sendiri? Ah, kita sering aneh memang! 🙂

Tempat yang akan saya kunjungi adalah kafe berlatar hutan Dago Pakar/ Tahura Djuanda.

Kafe sebenarnya salah satu tempat yang tidak ada dalam daftar kunjungan saya selama ini. Saya tidak menggemarinya karena kafe adalah tempat makan yang biasanya “mewah”. Nah, saya memang tidak akrab dengannya. Namun, jika yang dibahas adalah perspektif lainnya, ternyata saya bisa menerimanya. Alasannya adalah (1) saya menyukai alam, apa pun itu. (2) saya gemar sekali main di taman hutan Dago Pakar (3) ada bangunan tradisional khas Jawa di kafe itu! (4) tempat itu jauh dari keramaian kota (5) tempat itu masih sepi dan tenang! (5) untuk ukuran kafe, makanan dan minuman yang ada terbilang murah (padahal menurut saya masih mahal. 🙂 heheh..).

Baca lebih lanjut

Tebing Keraton: Pertemuan, Persib, dan Kereta

Pagi masih bersama dingin ketika kami tiba di area Tebing Keraton. Mulut kami masih berasap ketika bicara. Untungnya tubuh menghangat seiring langkah kaki di tanjakan “L”. Tanjakan pendek, tapi menukik itu, membuat saya ngos-ngosan. 🙂

tangkuban perahu dan tebing keraton
Pemandangan pagi Tebing Keraton

Walau tidak banyak, beberapa motor telah terparkir di pelataran. Selebihnya adalah motor yang dijaga pemiliknya, yang penjaja antar.

Baca lebih lanjut

Orang Baik Ada di Mana- mana

Orang baik ada di mana-mana 🙂

Pkl. 16.20 kemarin di kompleks Sesko Turangga

Teledor (lagi)

Tidak cerah memang, tapi mendung blm menggelayut di atas sana.

Saat itu, Legenda mati karena bensin sepuluh ribu yg seingetnya dibeli Sabtu, ternyata Rabu. Ya udahlah. Tuntun aja. Untuk nambah semangat, dorongnya sambil nginget2 Intan atau adegan drama Korea yang tokoh perempuannya penuh semangat! (Yah, minimal inget Jandi heheh..)

Apalagi di kompleks kan ga terlalu bising. Banyak yg bisa diliat juga. Itu ada tank.
Sebetulnya mah, karena udah beberapa kali, jadinya nuntun bukan masalah lagi heheh…

Baca lebih lanjut

Fun Bike, Fun Run Indomaret: Ketika Musik dan Olahraga Menyatu

November memulai harinya dengan cara mengajak saya bersepeda. Indomaret menggelar acara bertajuk fun bike, fun run. Untuk menarik banyak peserta, ia mengimingi banyak hadiah, dengan hadiah utama satu buah mobil. Bisa ditebak, berbagai bentuk manusia hadir di acara itu. Ada yang bertujuan bersepeda, ada yang hanya ingin mendapatkan doorprize, ada pula yang kedua-duanya. Saya sendiri, memang ingin bersepeda, tapi tidak menolak jika beruntung mendapatkan hadiah. Hadiah bukan tujuan utama, tapi sepedalah. 🙂

fun bike indomaret

Bersepeda secara massal seringkali tidak efektif: kita kerap harus menuntun sepeda walau jalan tidak menanjak, walau belum capek. Belum lagi, akan ada bunyi klakson, gerungan knalpot, atau berisik-berisik lainnya yang justru datang dari para pesepeda.

Namun, jika kamu ingin mencicipi jadi raja jalanan dengan sepeda. Ini patut dicoba. Pada acara sepeda, polisi biasanya akan menahan lama pengendara bermotor di lampu hijau! 😀

Baca lebih lanjut